Rabu, 13 Agustus 2014

Profil Hacker Di Indonesia

Berikut ini profil beberapa hacker yang bersedia membuka diri kepada TEMPO.

Iwan Dharmawan (chikebum)

Sekolahnya terhenti di kelas dua SMP. Setidaknya begitulah pengakuan pemuda asal Jakarta ini. Namun, "prestasi" salah satu pentolan kelompok Antihackerlink ini cukup mengagumkan. Ia pernah membobol aneka server dengan domain .au, .id, .kr, .tw, .edu, dan .com. Selain Toserba Matahari, Perusahaan Listrik Negara pernah menjadi korbannya. Sebelum beraksi, ia mengirim peringatan kepada pengelola situs yang ia bidik agar menambal lubang kelemahan sebelum dibobol orang. "Bila peringatan ini diabaikan, ya sudah, saya bobol sendiri untuk pelajaran," tulis chikebum, yang dilengkapi emoticon J alias senyum lebar, dalam wawancara via e-mail dengan TEMPO.

Iwan mengenal komputer pada usia 15 tahun setelah putus sekolah. Kegandrungan pertamanya adalah merancang situs dengan menggunakan Java Script atau DHTML (dynamic hypertext mark-up language)?jenis-jenis bahasa pemrograman. Urusan bobol-membobol situs pun ia kenal melalui internet. Awalnya, Iwan mengaku penasaran terhadap cara kerja surat elektronik. Setelah Iwan "berbelanja" di pelbagai kanal, akhirnya ada yang menganjurkan agar ia belajar jaringan komputer yang menggunakan sistem operasi Unix dan Linux, yang amat menggelitik rasa ingin tahunya. Dan ia mulai mengutak-atik sistem keamanan situs orang lain.

Remaja yang kerap nongkrong di Kafe Jalan-Jalan di Kuningan, Jakarta Selatan, ini mengaku sering merasa sebal terhadap pembobol yang asal tembak. Iwan mencontohkan, ada hacker yang gemar mengutak-atik halaman depan satu situs (melakukan deface) tapi tak bisa mengembalikannya seperti semula.

Wenas Agusetiawan (hC- atau hantucrew)

Setahun lalu, Singapura digegerkan aksi pemuda asal Malang ini. Wenas?saat itu berusia 16 tahun?ditangkap aparat yang berhasil mengendus jejaknya seusai ia membobol situs Data Storage Institute, Singapura. Selama persidangan, beberapa teman Wenas yang tergabung dalam Antihackerlink membobol tiga situs dengan domain .sg atau Singapura sebagai tanda protes. Wenas sendiri, karena masih remaja, akhirnya tak dikenai hukuman badan, tapi ia harus membayar denda senilai Rp 75 juta. "Wah, itu kenangan terburuk yang sudah saya lupakan," Wenas menulis dalam e-mail kepada TEMPO.

Musibah di Singapura itu membuatnya betul-betul "tobat". Padahal, anak bungsu dari dua bersaudara ini tadinya tergolong amat badung dalam aksi-aksi pembobolan. Pelbagai situs, baik di dalam maupun di luar negeri, enteng saja ia jebol. Wenas punya kebiasaan unik dalam beraksi: saban kali menjebol situs lokal, ia selalu menyerukan pembubaran Hackerlink pimpinan Edy Liu?salah seorang hacker yang membuat Wenas kesal. Alasannya, Hackerlink dianggapnya melakukan kegiatan komersial, yakni berjualan Linux di situs mereka.

Wenas yang punya hobi main catur ini belajar komputer sejak berumur 12 tahun. Dasar berbakat, jurus-jurus pembobolan bisa ia kuasai dalam waktu dua tahun.

Sebelum mendirikan Antihackerlink, Wenas pernah menjadi anggota Hackerlink dan Kecoak Elektronik. Saat ini, Wenas sudah meninggalkan Antihackerlink. "Waktu itu saya masih kecil dan nakal, bisanya cuma merusak jaringan, he-he-he?," Wenas menjelaskan.

Kini, pemuda yang sedang bersiap-siap kuliah di Vancouver, Kanada, ini mengaku aktif di lembaga riset yang tergolong organisasi white hat, organisasi yang bekerja untuk memajukan pengetahuan tentang keamanan jaringan. "Doakan saya supaya bisa membantu Indonesia yang sedang kacau," remaja ini menulis dalam surat elektroniknya kepada TEMPO.

Rummy Taulu (cyberbug atau cbug)

Bila ada pembobol yang bisa digolongkan sebagai aktivis, Rummy Taulu adalah salah satunya. Senior di Kecoak Elektronik?kelompok pembobol situs?ini acap melakukan aksi pembobolan bernuansa politis bersama rekan-rekannya selama rezim Soeharto masih berkuasa. Situs Markas Besar Kepolisian RI, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Golkar mereka acak-acak. Di tampilan situs yang telah porak-poranda, mereka mencantumkan sejumlah tuntutan, antara lain penurunan harga, pelepasan tahanan politik, dan penggantian presiden. Kegiatan Kecoak turut redup setelah Soeharto turun. Dari mana Rummy menimba ilmu membobol?

Lelaki berusia 36 tahun ini belajar komputer secara otodidak. Pada 1988, ia mulai mengajar aplikasi komputer di sebuah lembaga kursus di Manado. Karena ingin lebih banyak mempelajari sistem operasi Linux, ia bergabung dengan kelompok Kecoak. Saat ini, pekerjaan utama Rummy adalah menjadi pegawai Warung Internet Nikita di Manado. Tadinya gemar membobol, Rummy kini aktif melakukan hal yang sebaliknya: menangkal serbuan pembobol.

Alhasil, ayah satu anak yang mengidolakan Linus Torvalds?penemu Linux?ini kini sering disewa perusahaan dalam ataupun luar negeri untuk mengamankan jaringan komputer mereka. Rummy, yang kini mengajar di Universitas De La Salle Manado, juga aktif sebagai konsultan. Ia menjadi pengasuh konsultasi seputar keamanan server di media online detik..com.

Prasodjo dari M. Prasodjo & Shinta K

Berburu lubang dahulu, menawarkan jasa kemudian. Pemeo inilah yang boleh jadi dipakai Prasodjo dan 70 rekannya yang tergabung dalam M. Prasodjo & Shinta K. Kelompok pembobol situs ini bermarkas di Bandung. Anggota kelompok ini rata-rata punya tujuh spesialisasi (jaringan, pemrograman, desain, analisis sistem, permainan, peranti lunak/keras, serta penerapan sistem). Salah satu kegiatan mereka adalah masuk ke situs orang lain untuk menemukan kelemahan. Setelah itu, mereka menawarkan jasa untuk mengamankan situs tersebut. Dengan cara ini, puluhan perusahaan sudah menjadi klien mereka. "Tapi kami tak pernah merusak satu situs dulu untuk mendapat klien," kata Prasodjo, 30 tahun. Pria ini juga mengajar di salah satu lembaga pendidikan komputer di Bandung.

Prasodjo gemar menyusup di jaringan maya sejak masih kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bandung. Sukses membobol situs pertama, Prasodjo mulai ketagihan. Kepada TEMPO, ia mengaku tak pernah merusak atau mencuri data apa pun dari situs yang bisa dijebolnya. Sampai saat ini, Prasodjo mengaku sudah sukses menembus puluhan situs.

S'to dan Ruth dari Jasakom Community

Muda, cerdas, dan ambisius. Itulah gambaran S'to dan Ruth?sebut saja begitu?dua orang berusia 28 tahun. Keduanya mengelola Jasakom Community yang menawarkan jasa keamanan jaringan. Cara kerja mereka mirip Prasodjo dari M. Prasodjo & Shinta K, yang gemar berselancar di situs orang lain untuk menemukan lubang-lubang kelemahan. Hasilnya? Kedua alumni Jurusan Teknik Informatika Bina Nusantara, Jakarta, ini berhasil menangguk sejumlah klien.

Kegiatan berbisnis kedua pemuda ini membuat geram para pembobol yang tak punya motif bisnis. Alhasil, situs mereka pernah diserbu oleh kelompok Antihackerlink.

S'to dan Ruth tak mengelak mengenai masa lalu mereka: keduanya memulai aksinya dari kejahilan semata. Setelah bosan, S'to dan Ruth mengaku ingin melakukan sesuatu yang lebih positif. Dua anak muda ini kemudian mendirikan kelompok Jasakom dengan lima rekan mereka.

Agar menarik minat pelanggan, mereka sering memunculkan kelemahan sebuah situs yang habis mereka "kunjungi". Tujuannya adalah menyadarkan pemilik situs. Namun, tak jarang pemilik situs memprotes tindakan mereka karena cemas terhadap serangan hacker iseng yang ingin menangguk ilmu secara gratis.

Sumber:
http://majalah.tempointeraktif.com/i...L79215.id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar